A Journey to Aceh: Snapshot Picture

Minggu, 28 Desember 2008

“masa lalu adalah sejarah, masa sekarang adalah kenyataan, masa depan adalah harapan dan impian”


Gambar di samping saya ambil di Kab Kuta Raja, Banda Aceh. Rumah adat Aceh seperti itu jarang ditemui di ibu kota Banda Aceh atau kota lain yang tersapu Tsunami. Telah banyak rumah-rumah beton dengan arsitektur modern minimalis. Khusus di pinggir-pinggir jalan besar/utama, kini telah menjamur ruko-ruko (rumah toko) mewah. Setelah rekonstruksi, tak terlihat kalau lima tahun yang lalu, Banda Aceh terkena Tsunami yang cukup parah. Bangunan-bangunan telah berdiri kokoh dan megah, jalan-jalan mulus, aktivitas perdagangan dan keseharian kembli normal serta tak lagi telihat puing-puing berserakan.

Bahkan lokasi di sekitar Kapal Apung PLN yang terdampar jauh ke daratan, kini menjadi taman peringatan tsunami yang telah tertata indah dan asri. Di salah satu sudut taman ini, terpampang foto-foto Aceh ketika dilanda Tsunami. Kabarnya, kapal tersebut tidak ditempatkan kembali seperti semula karena biaya untuk metarik/ memindahkannya ke laut sama dengan harga kapal itu sendiri.



Angkutan umum yg khas di Aceh adalah becak bermotor (bentor). Sepeda motor roda dua dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat memuat penumpang dimana bangu penumpang diberi atap.



Suksesnya pembangunan Aceh pasca tsunami tak terlepas dari peran Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) yg pada bulan April 2009 nanti akan selesai beroperasi. Kata seorang staf BRR, dahulu markas BRR seperti pasar malam yg banyak dikunjungi masyarakat terkait bantuan pembanguan rumah cuma-cuma. Kini seiring masa operasi BRR yg hampir habis, kondisinya sangat sepi dan kantinnya hanya tersisa satu warung ansi saja. Markas BRR terletak di lingkungan kantor Dinas PU Provinsi dimana bangunannya merupakan sumbangan dari negara China.

Night Live

Dahulu bayangan saya, suasana malam di Aceh begitu wingit (sakral), lengang dan sepi, diberlakukan jam malam, susah keluar malam, anak-anak belajar ngaji di rumah, … pokoknya mirip kota santri mengingat Aceh menerapkan Perda Syariah. Namun tampaknya semua dugaanku ga ada yg sesuai, suasana kehidupan malam di Aceh tak jauh dari suasana di kota-kota besar di Indonesia lainnya. Aceh bukanlah kota mati, aktivitas perdagangan (restoran, toko kelontong, kios elektonik, pasar, dsb) masih aktif dan semakin bergairah meskipun hari telah larut. Lebih lagi di warung kopi, tempat pemuda-pemudi atau orang dewasa lainnya pada kumpul-kumpul. Istilah populer bagi mereka adalah “ngupi-ngupi”, mengkin karena kopi sebagai teman ngobrol yg utama.

Semakin malam, aroma “kebebasan” mulai terasa menyengat. Bukan hanya remaja-remaja putra, tetapi remaja-remaja putri juga ngupi-ngupi hingga larut malam. Seakan menyiratkaan itulah makna ’emansipasi wanita’ dan persamaan hak. Bahkan tak sedikit para wanita menghisap rokok. Dan yang semakin membuat miris, SPG rokok juga wanita-wanita cantik berbalut jilbab. Bener-bener ga masuk di akal saya. Bagaimana bisa daerah yg menerapkan Perda Syariah, namun pengaturannya masih sebatas atribut belum sampai ke tingkat perilaku. Kalau di Jakarta mungkin hal tersebut wajar adanya karena heterogenitas budaya yg lebih condong ke barat-baratan (liberal dan hedonis). Inikah pengaruh donor-donor negara asing yang dengan dalih membantu rekonstruksi Aceh pasca bencana Tsunami, tetapi menyusupkan nilai-nilai barat yang dekonstruktif bagi budaya ketimuran? Atau segala kejanggalan di hatiku ini disebabkan pradigma ”konvensional” yang melekat padaku dan bisa jadi berbeda dengan pandangan para pembaca semua?

Tetapi satu hal yg mesti diperhatikan adalah bahwa cuplikan-cuplikan peristiwa yang kusampaikan dalam artikel ini belum cukup untuk menggambarkan Aceh yang seutuhnya. Ini hanyalah potret sesaat dari kameraku yg bisa jadi berbeda dengan wajah Aceh beberapa tahun yg lalu atau yg akan datang, dan akan berbeda jika diambil dari sudut yang lain meskipun dalam waktu yg sama.

Diposting oleh alhayat di 12/28/2008  

10 komentar:

wah nambah lagi pengunjung baru ke aceh
moga kapan2 berkunjung kembali ya, siapa tau kita bisa ngupi2 bareng hehe
ga nyampe ke sabang ya, wah sayang banget tu kalo ke aceh ga nyempatin ke ujung barat dan utara indonesia :)

syahrul anwar mengatakan...
28 Desember 2008 pukul 17.35  

sungguh comment yang bermakna, luar biasa, makasih ya kak...
kita saling do'akan aza ... semoga semua yang diharap bisa terlaksana... makasih bangget atas comment nya...

30 Desember 2008 pukul 18.27  

@syahrul:
pengen lg ke aceh, kemarin pas kesana hujan mulu jd kurang puas jalan2. harap maklum budget mepet jd ga sempat ke Sabang. Thx

alhayat mengatakan...
31 Desember 2008 pukul 13.36  

kalo diliat2 pasca tsunami aceh sekarang semakin membaik dan keindahannya udah balik lagi

vachzar mengatakan...
31 Desember 2008 pukul 16.38  

wuah poto yang kanan bawh ntu darimana ya lokasinya?

Anonim mengatakan...
2 Januari 2009 pukul 15.13  

poto kanan bawah lokasinya dimana ya?

Anonim mengatakan...
2 Januari 2009 pukul 15.13  

aceh sudah mulai bangkitkah, bang? atokah masih banyak sisa2 lukanya?

Haris Firdaus mengatakan...
2 Januari 2009 pukul 21.00  

@admin
nama daerahnya sy lupa, tapi tempatnya tepat di seberang markas kodim. Tempatnya asyik buat ngobrol2, tp ga ad hotspot buat interntan

@haris
Aceh sudah mulai bangkit. Kini tergantung masyarakat Aceh sendiri utk merawat infrastruktur yg telah dibangun n mengembangkan potensinya pasca berakhirnya BRR th 09 ini. Pasti tidak mudah

alhayat mengatakan...
4 Januari 2009 pukul 11.08  

iya masalah budget memang jadi salah satu kendala dibanda aceh skr karena biaya hidup lumayan tinggi

buat yang ingin melihat2 lebih banyak foto2 banda aceh dan sekitar silakan lihat galeri foto saya:
http://flicker.com/photos/roel_en_roel

syahrul anwar mengatakan...
4 Januari 2009 pukul 15.18  

hmm..saia yang di Medan aja blm pernah ke Aceh. Kapan ya.

admin mengatakan...
19 Januari 2009 pukul 23.42  

Posting Komentar

Blogger Login Form

Please enter your username and password to enter your Blogger Dasboard page!