Antara Sumpah Pemuda dan Sumpah Pocong

Kamis, 30 Oktober 2008

“Janganlah mudah berjanji sebab akan diminta untuk segera menepati. Berhati-hatilah karena mulutmu adalah harimaumu!”


Dari sudut padang ilmiah, saya tidak yakin kalau ada hubungan/korelasi yang signifikan, baik positif atau negatif, antara Sumpah Pemuda dan Sumpah Pocong. Namun dari sudut pandang imajiner saya, kedua hal tersebut dapat dipertautkan antara satu dengan yang lainnya (dasar penulisnya èmang ga punya kerjaan, jadi pikiranya mengada-ada).

Ketika kita (yang ngaku orang Indonesia tulen dan pernah belajar sejarah dengan benar) mendengar atau membaca kata Sumpah Pemuda, otak kita langsung me-recall sebuah peristiwa masa lalu pada tanggal 28 Oktober 1928. Delapan puluh tahun yang lalu Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi kepemudaan dari seluruh Indonesia, menyelenggarakan Kongres Pemuda untuk memperkuat semangat persatuan dalam lubuk sanubari para pemuda. Hasil kongres yang paling fenomenal dan heroik adalah tersusunnya rumusan Sumpah Setia (red. Sumpah Pemuda) yang diucapkan pada penutupan kongres, yang berbunyi:

PERTAMA;
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.

KEDOEA;
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.

KETIGA;
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA.

Oleh karena betapa dalamnya makna isi sumpah tersebut bagi persatuan dan kesatuan bangsa, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai hari peringatan Sumpah Pemuda. Bulan Oktober bagi bangsa Indonesia menjadi bulan yang syarat makna.

Sekarang, coba berikan tanggapan (pikirkan) ketika kamu mendengar kata Sumpah Pocong!!! Mungkin kesan pertama yang dirasakan adalah ngeri dan merinding, atau sesuatu yang sangat sakral dan mistis. Hal tersebut dikarenakan prosesi pengucapan sumpah dilakukan dalam keadaan terbalut kain kafan seperti orang yang meningal dunia (pocong). Kemudian, angan kita akan melayang ke dimensi waktu yang forward looking. Karena tujuan sumpah ini untuk membuktikan suatu kebenaran tuduhan atau kasus, maka apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang bersumpah diyakini akan mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan. Semua konsekuensi atas semua ucapan (sumpah) akan ditanggung sendiri di masa depan, bisa berupa cacat permanen atau hilangnya nyawa.

Yakin atau tidaknya kamu terhadap sumpah pocong, tergantung dari derajat keimanan dan pengalama serta pengetahuan yang kamu miliki. Saya cuma menyampaikan bahwa hal tersebut ada dalam tradisi lokal bangsa Indonesia yang masih kuat menerapkan norma-norma adat.

Namun sekarang, kiranya ruh Sumpah Pemuda yang dideklarasikan 80 tahun yang lalu telah memudar. Seiring makin tuanya bangsa Indonesia, semakin uzur kita mengingat arti pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih pasca reformasi, di mana daerah diberikan banyak kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri (red. desentralisasi). Sebenarnya, konsep desentralisasi sangat bagus karena akan mengakselerasi dan mengeskalasi partisipasi masyarakat dalam pembanguan. Namun karena banyak yang merasa pinter, jadinya malah pada keblinger. Kepala Daerah menganggap dirinya seperti Raja. Ibarat zaman kerajaan, Indonesia terdiri dari banyak raja-raja. Dengan alasan pernah dizalimi oleh pemerintah pusat, beberapa daerah ingin merdeka dan mendirikan negara sendiri.

Belum lagi yang memperihatinkan adalah tawuran antar mahasiswa. Pemuda yang dianggap paling intelek dan tinggi stratanya dalam status kependidikan, tidak berfikir panjang dan mementingkan ego pribadi dan kelompok. Payahnya, kalau sebab musabab tawuran adalah rebutan cewek (kalau masih pelajar SMA sih masih dimaklumi karena default-nya bersifat emosional). Wah, bener-bener gèblèg dunia pendidikan Indonesia. Mungkin, inilah yang diajarkan atau dicontohkan oleh para elit politik yang saling gontok-gontokan dan saling menyerang dengan menghalalkan segala cara demi kedudukan sesaat. Yang tua korup, yang muda mabuk. Memang benar; ”Buah apel, jatuh tak jauh dari pohonnya.”

Menurut pemikiran imajiner saya, solusi agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap utuh di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ”mengawinkan” Sumpah Pemuda dengan Sumpah Pocong (sangat amat tidak lazim sekali; jangan diikuti, cukup sebagai bahan renungan menjelang tidur). Setiap pemuda-pemudi yang telah akil baligh diwajibkan untuk mengucapkan Sumpah Pemuda (satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa) dengan prosesi seremoni ala Sumpah Pocong yang berkedudukan mengikat antara pengucap sumpah dengan Tuhannya. Dengan demikian, tidak akan ada lagi separatisme, pemberontakan, maupun perang antar sesama anak bangsa. Dengan catatan, negara bergerak dalam jalan yang lurus dan bukan jalan yang sesat serta aparat pemerintahannya merupakan orang-orang yang shaleh dan berakal sehat.

Cukup Tuhan yang menjadi saksi sekaligus hakim, karena Tuhan adalah saksi yang sejujur-jujurnya dan hakim yang seadil-adilnya. Di dunia, manusia dengan tipu daya dan muslihatnya dapat mengubah yang benar menjadi salah dan membalik yang salah menjadi benar karena berkeliarannya mafia peradilan. Namun di akhirat, mulut manusia terkunci dan anggota tubuhlah yang bicara, menjadi saksi kita yang meringankan atau justru memberatkan.

**####**

Semoga kita menjadi pemuda harapan pemudi, pemudi dambaan pemuda, dan pemuda-pemudi pembangun negeri. Untuk mengenang 80 tahun Sumpah Pemuda, marilah kita dengan semangat menyanyikan lagu wajib nasional ”Bangun Pemudi Pemuda” karya Alfred Simanjuntak, yang diciptakan kurang lebih tahun 1940an. Sikap badan tegak berdiri dan busungkan dada!

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Lengan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri
...........♫♫♪♪
Selengkapnya...

Diposting oleh alhayat di 10/30/2008 0 komentar  

Bangku Kosong

Selasa, 28 Oktober 2008

“Kita hidup dengan cinta, namun cinta saja tak cukup untuk hidup”


Belum pulih benar kesadaranku dari berita pernikahan dua orang terdekatku di bulan Oktober ini. Betapa tidak, keputusan menikah (akad nikah dan walimahan) diambil cuma dalam waktu sebulan setelah saling berkenalan (istilah kerennya ta’aruf). Logikaku seakan tumpul karena terus-menerus me-reload pertanyaan “Mengapa? Kok bisa? Apa jadinya nanti?” Seakan legenda Roro Jonggrang terulang, mendirikan candi dalam semalam. Persiapan resepsi nikah waktunya sempit apalagi mengumpulkan saudara-saudara jauh. Belum lagi calon mempelai yang bekerja aja penghasilannya pas-pasan, paling-paling ntar tinggal di pondok mertua indah (maaf). Benar-benar ga bisa ku pahami. Menikah, bagi mereka sepertinya keputusan yang mudah.

Kini, dihebohkan lagi dengan berita seorang Syekh pengasuh sebuah pondok pesantren di Semarang menikah kedua kalinya dengan gadis belia berumur 12 th. Uniknya, yang menyeleksi calon istri mudanya (muda dalam arti sebenar-benarnya) adalah istri pertamanya. Dan kabarnya pula, sang ayah ikhlas dan berbangga karena anaknya terpilih menjadi ‘selir’ sang Syekh dari proses seleksi yang ketat (hi hi hi… seperti ajang pencari bakat yang ramai di Indonesia saat ini). Pikiran pertama setelah pandangan pertamaku melihat istri mudanya: Wah… ni orang beruntung dapat bibit unggul, bisa untuk memperbaiki keturunan. Usut punya usut, katanya mau didik untuk mengurusi usahanya yang kini telah beromzet miliaran Rp.

Namun, ada juga teman (pi.) yang telah berumur 30+ namun belum menikah juga (masyarakat seringkali men-judge perempuan pada usia tsbt atau lebih sebagai perawan tua, padahal belum tentu masih perawan…*&%#@!). Bukan karena ga laku menurutku, karena paras cukup menawan dan penghasilan lumayan. Mungkin karena terlalu pilih-pilih. Kata bulekku (alm.), dalam hal jodoh, “wong lanang iku menang milih, nanging yen wong wadon iku menang nolak”. Karena itu pria sering pilih-pilih wanita dan harus bertarung merebutkannya karena banyak pesaingnya. Dan karena wanita menang nolak, maka banyak pria yang menjadi fans berat MU sampe mau gantung diri di bawah pohon kacang (bukan Manchester United yang notabene klub liga Inggirs terkenal, tapi kepanjangan dari Merana United, kumpulan orang-orang patah hati jaman SMA-ku dulu).

Setelah beberapa kali termenung, ku berusaha memahami bahwa mati, jodoh, dan rizki adalah mutlak di tangan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Betapapun manusia, berencana dengan logikanya, berusaha dengan tenaganya, dan berdoa dengan hatinya, namun hasil final, Tuhan yang menentukan sebagaimana telah tertulis di lauful mahfudz. Sungguh, sebuah hal yang terkadang masih sulit untuk dipahami dan diyakini. Mungkin karena itulah, “bangku merah”-ku (dan juga sebagian dari anda) masih kosong, belum kita duduki secara formal dan syah menurut agama dan negara. Semoga skenario indah Tuhan kan tertulis untuk kita.

 **####**

Seandainya kamu telah menemukan someone special  yang mampu menggetarkan hatimu, sedangkan kamu sendiri hidup aja masih susah, apalagi untuk menghidupi orang lain.

  1. Apakah demi sang pujaan hati, kamu berjuang mati-matian merebut hatinya dan mempertahankannya segenap hati? Ibarat pepatah: Lautan kan diseberangi, gunung kan didaki, dukun kan dikunjungi, dan kuburanpun kan digali. Ra entuk prawane, tak enteni jandane. Ataukah cukup memperjuangkannya sewajarnya, ra entuk deweke yo ra patekèn. Kalau jodoh tak lari kemana.
  2. Beranikah kamu membuat keputusan menikah dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan tetap memberi rizki-Nya sesuai keadaan kita dari jalan yang tidak disangka-sangka? Tetap optimis seperti cicak yang tak bisa terbang, namun dapat tetap hidup (memperoleh rizki) meskipun mangsa/makanannya memiliki sayap dan gesit (nyamuk). Dengan modal nekad (cinta) mengalahkan logika bahwa hidup sendiri masih susah dan berantakan apalagi hidup dengan orang lain (khusus bagi pria yang menjadi tulang punggung rumah tangga).

 

Selengkapnya...

Diposting oleh alhayat di 10/28/2008 0 komentar  

Blogger Login Form

Please enter your username and password to enter your Blogger Dasboard page!